Perempuan Pembenci Lelaki (3)
Sepuluh menit lagi
giliranku memberikan materi untuk anak-anak SD ini. Mbak Ida, guru agama di SD
Tukangan tampak sedang memberikan arahan bahwa sebentar lagi akan ada Ustadz
keren dari UIN yang akan mendongeng.
Hahhh..
Mendongeng? Aku yang salah dengar, atau si murid kemarin yang salah memberikan
informasi ataukah si guru agama ini yang sedang bercanda. Ahhh…. Tak tahu lah..
Yang penting aku akan memberikan materi dengan caraku sendiri..
"Baik, kita sambut Ustadz kondang kita dengan
tepuk tangan yang meriah dan ucapan salam!" Bu Ida memberikan awalan.
"Terima
kasih Bu Ida."
Kuraih dengan cepat
mikropon yang ada di tangan Bu Ida dan segera kuteriakkan.
"Baik
adik-adik… Assalamu'alaikm warohmatullohi wabarokatuuuuuuuhhhhh…..!!"
"Wassalamu'alaikm
warohmatullohi wa barokatuuuuuuhhhh!"
Murid kelas empat
lima dan enam itu secara serentak tanpa dikomando membalas salamku tapi dengan
lemah dan malu-malu. Aku pastikan mereka akan bersenang-senang kali ini.
Anak-anak seusia mereka tak akan masuk jika diceramahi dengan cara yang biasa.
Harus ada cara kreatif yang membuat mereka tetap antusias dan merasa tak
digurui. Cerita dan dongeng adalah salah satu cara yang efektif untuk
memasukkan nilai-nilai tertentu ke dalam diri anak-anak.
Kuulangi salam ku
dan kutambahi dengan bertanya kabar mereka.
"Selamat
pagi adik-adik. Bagaimana kabar pagi ini?"
Sebagian malu-malu
menjawab. Satu dua ada menjawab sehat. Beberapa ada yang menjawab
"baik". Mereka tak terbiasa ditanya kabar dan salam model seperti
ini.
"Baik
ya, kalauditanya bagaimana kabarnya, jawabnya Alhamdulillah Ruar Biasa Allohu
Akbar! Ruar Biasanya pake R- ya bukan pake L."
"Bagaimana
kabarnya pagi ini adik-adik sekalian?"
"Alhamdulillah Ruar Biasa Allohu Akbar."
"Mantap.
Sekarang dengan gaya atau gerakan ya. Sekarang menjawabnya dengan gerakan dan
teriakan. Alhamdulillahnya dengan berdiri dari duduk. Ruar biasa dengan kedua
tangan mengepal didepan dada. Dan Allohu Akbarnya dengan meloncat sambil
mengepalkan tangan ke udara bersama--sama.. Bisa dipahami!"
"Pahaaaammmmmm,
Ustaaaadzzz!"
Aku tak pandai
mendongeng, tapi aku terlatih untuk memberikan training ke pelajar dan
mahasiswa saat masih di Surabaya dulu. Aku dan kawan-kawan saat masih dibangku
sekolah sudah merintis lembaga training berbasis pelajar yang sudah berjalan
sekitar setahun lebih dan sudah mentraining ratusa pelajar bahkan sudah ribuan.
Sore yang
menyegarkan walau suaraku habis untuk berteriak-teriak dihadapan hampir
seratusan anak-anak SD Tukangan. Materi-materi sederhana kuberikan dengan gaya
bercerita yang asyik. Kucampur sedikit dengan game-game dan pertanyaan. Bagi
siapa yang bisa menjawab pertanyaan dan menyelesaikan game, akan mendapatkan
hadiah yang sudah disediakan panitia guru satu kardus aneka keperluan alat
tulis menulis.
Pesantren kilat
kututup dengan doa, buka puasa dan sholat maghrib berjamaah.Hari yang
melelahkan bagiku tapi hatiku tersenyum merekah. Apakah ada yang lebih
membahagiakan bagi seorang guru selain melihat murid-muridnya tampak riang
menjalani proses belajar mengajar dan menjalankan ibadah puasa dengan khidmat.
Pahlawan tanpa tanda
jasa? Tidak juga, hehehe… Sang kepala sekolah memberikan sebuah amplop kecil
berisi rupiah tanda penghargaan dan balas budi atas waktu luangku memberikan
sedikit motivasi dan inspirasi kepada adik-adik Tukangan. Isi rupiahnya cukup lumayan
bagi seorang mahasiswa miskin sepertiku. Uang seratus ribu bagi guru TPA dan
mahasiswa UIN bisa digunakan untuk makan selama dua minggu penuh.
Satu persatu
adik-adik murid SD Tukangan berangsur dijemput dan pulang kerumah
masing-masing. Aku masih belum ingin pulang sebelum menyapa gadis penjaga
warnet yang ternyata adalah seorang guru. Dia mengajar pramuka di SD ini, dan
juga menjadi guru PAUD di Dusun sebelah, sekaligus menjaga warnet. Aku heran
saja. Untuk apa gadis ini terkesan menghabiskan seluruh waktu dan pikirannya
untuk mengajar. Sepertinya ia sedang menghindari sesuatu.
Gadis? Aku menyebutnya Kingkin sebagai seorang gadis. Aku tak tahu. Aku hanya mengira-ngira. Lebih tepatnya sok tahu dan berharap bahwa ia masih gadis dan bukan milik siapa-siapa. Dari lagak dan gayanya, sepertinya masih gadis. Tapi kurang tahu juga siy. Aku hanya bertanya-tanya pada diriku sendiri, kenapa gadis-gadis berkerudung rapi itu lebih mempesonaku ketimbang gadis-gadis cantik ala model yang berseliweran bergaya bak bule kesasar. Sepertinya selerakku sudah berubah aneh sejak mengenal agama.
Gadis? Aku menyebutnya Kingkin sebagai seorang gadis. Aku tak tahu. Aku hanya mengira-ngira. Lebih tepatnya sok tahu dan berharap bahwa ia masih gadis dan bukan milik siapa-siapa. Dari lagak dan gayanya, sepertinya masih gadis. Tapi kurang tahu juga siy. Aku hanya bertanya-tanya pada diriku sendiri, kenapa gadis-gadis berkerudung rapi itu lebih mempesonaku ketimbang gadis-gadis cantik ala model yang berseliweran bergaya bak bule kesasar. Sepertinya selerakku sudah berubah aneh sejak mengenal agama.
0 komentar: